Minggu, 26 Mei 2013

Lima Hal dari Wanita yang Menakutkan Pria

Pria bagaikan kuda liar. Mereka mudah ketakutan. Ada banyak hal yang wanita lakukan yang dapat membuat pria panik dan membutuhkan pertolongan. Katy Taylot, pakar hubungan Match.com mengungkapkan lima hal yang bisa menakuti kekasih Anda:

1. Uji coba
Wanita sering bilang, pria takut terhadap komitmen. Faktanya, mereka tidak takut komitmen kok. Yang mereka takutkan adalah komitmen yang terlalu cepat. Yang dapat Anda lakukan adalah menetapkan batas waktu Anda sendiri lalu meninggalkannya secara diam-diam jika memang sudah waktunya.

Saat Anda bertemu dengan pria baru, jangan pernah membuat kesalahan dengan membuatnya merasa seakan-akan Anda telah memiliki pacar untuk menghibur Anda lalu kemudian dia dapat langsung menjadi kekasih Anda. Jangan mulai memanggil, “Halo” dan “Selamat malam” setiap hari, atau langsung mengundangnya dalam semua rencana Anda. Hal tersebut tidak akan dapat menggodanya. Pria ingin merasa telah mendapatkan Anda dengan usaha kerasnya.

2. Ketidakpastian
Tiga bulan pertama sebuah hubungan adalah masa yang mudah dan menyenangkan serta membahagiakan. Ini bukan waktunya Anda mengeluhkan hal remeh-temeh kepada dia serta selalu menangis. Kita semua berada dalam ketidakpastian, namun kekasih Anda bukanlah tempat mencari kenyamanan serta jaminan dalam tahap awal hubungan.

Untuk memahami ini, Anda harus menyadari bahwa pria dan wanita memiliki ikatan yang berbeda. Pria hanya mengungkapkan permasalahan mereka satu sama lain saat mereka mencari solusi, sedangkan wanita melakukannya sebagai cara untuk mengakrabkan suasana. Jika Anda mengungkapkan semua rahasia yang Anda tidak sukai mengenai diri Anda terhadap pria baru tersebut, maka dia akan akan berasumsi bahwa Anda ingin agar dia memperbaiki segalanya.

Dia akan mulai merasa, “Wow, gadis ini punya banyak betul masalah. Saya tidak dapat bertahan dengan semua ini. Saya juga memiliki masalah saya sendiri.”

3. Menjadi terlalu baik
“Apa pun yang kamu suka!”

“Saya tidak keberatan menyaksikan film apa saja!”

“Saya akan memiliki apa yang kamu punya!”

Saat seorang wanita benar-benar menyukai seorang pria, dia terkadang berhenti mengungkapkan pendapatnya dan mulai berbaur ke dalam kehidupan pria tersebut sebisa mungkin agar mendapat perhatian (hal tersebut sering terjadi setelah bercinta).

Jadilah wanita yang apa adanya, wanita pemikir yang mandiri yang membuat sang pria benar-benar jatuh cinta. Jangan mengganti program drama TV dengan program olahraga kesukaan sang pria, mengenakan baju yang disukai pria dan melupakan semua hobi Anda. Itu sangat tidak menarik.

Tetaplah pada pendirian Anda. Jika dia mengejek karena menyaksikan “Come Dine With Reality Tattooed Brides” setiap pekan, abaikan dan saksikan saja program tersebut. Karena sebenarnya dia juga ingin berkencan dengan orang yang seimbang dengannya.

4. Coba buat dia cemburu
Ada kalanya, Anda merasa bahwa kekasih Anda tidak lagi tertarik. Anda mungkin merasa tergoda untuk membuatnya agak sedikit cemburu. Haruskan Anda melakukannya? Berhati-hatilah.

Kenyataannya adalah, jika seorang pria menyukai Anda, dia akan secara otomatis merasa bahwa Anda selalu dikejar-dikejar oleh pria lainnya. Dia merasa bahwa Anda sangat cantik sehingga saat Anda naik bus, banyak “serigala kelaparan” yang ingin memangsa Anda.

Jadi jika Anda membuat dia cemburu terlalu sering, dia akan berpikir, “Apa sih maunya dia sebenarnya?” Lebih baik bersenang-senanglah dengan sahabat wanita Anda. Teruslah berlatih di pusat kebugaran. Berliburlah sesekali tanpa pasangan Anda. Ambilah kesempatan untuk bertemu orang baru. Tempatkanlah diri Anda yang membuat dirinya khawatir bahwa Anda akan bertemu dengan seseorang yang lebih baik darinya, dan akan menjaga kelakuannya sebaik mungkin saat berada di dekat Anda.

5. Reaksi berlebihan
Para pria tentu saja menyukai wanita yang kuat dan bersemangat. Namun menurut pria, seorang wanita yang kuat bukanlah wanita yang berteriak kepadanya setiap kali matanya melirik wanita lain, marah-marah ketika pria pulang malam atau menceramahi sang pria karena telah mengecewakan.

Tanda kekuatan yang sebenarnya adalah sikap tenang, jangan biarkan dia tahu bahwa Anda menyukainya. Dia akan jauh lebih khawatir kehilangan Anda jika Anda dengan tenang dan dengan singkat mengungkapkan kepadanya hal yang salah dan mengatakan bahwa Anda akan kembali kepadanya lagi saat dia telah menyelesaikan masalahnya (lalu meninggalkan dia sendiri).

Ini jauh lebih baik dibandingkan bila Anda berteriak dan mengancam serta menangis namun masih tetap berada di sisinya. Jika Anda tetap bereaksi secara emosional, dia akan memandang Anda sebagai orang yang tidak dapat diatur dan lemah serta membuatnya dapat mengancam diri Anda.

Tetaplah fokus pada tujuan-tujuan di dalam hidup Anda selain kekasih Anda. Bekerja, berolahraga dan temuilah sahabat Anda. Lakukanlah hal tersebut bahkan saat Anda ingin bersama dengannya setiap saat, khususnya saat Anda ingin berada dengannya sepanjang hari. Berikan dia ruang dan kebebasan secara alami dengan menjadikan diri Anda bahagia menjadi diri sendiri entah saat dia sedang berada di dekat Anda atau tidak.

Sumber: Yahoo She

Kamis, 09 Mei 2013

Ambar dari Gang Mawar

Cerpen: Akhtiar Jannati Arini

Seperti perempuan lainnya, ketika jodohnya telah tiba, perempuan bernama Ambar yang tinggal di Gang Mawar itu menikahlah. Segera tersiar kabar: Ambar dan Umar menikah di Gang Mawar. Setahun kemudian tersiar kabar di Gang Mawar: Ambar mengandung.

Kepada Umar, Ambar berkata. "Kalau kendunganku membesar, bos supermarket tempatku bekerja pasti memecatku, sebab itulah peraturan di sana."

"Tapi apa. Aku bisa kerja lembur terus. Aku bisa ambil upahan apa saja pada hari Minggu. Malam aku bisa ngojek."

"Tapi, aku ingin, hari Minggu Kakak ada di rumah bersamaku dan bersama anak kita," kata Ambar seolah-olah anaknya sudah lahir. "Kakak juga jangan ngojek malam hari. Pikirkan kesehatan Kakak."

"Kalau aku tidak lembur dan tidak ngojek sampai malam, dari mana kita bisa menabung sedikit demi sedikit untuk biaya sekolah anak kita?" Ambar terdim. Umar membelainya dengan belaian yang meneduhkan.

Malam berikutnya, Ambar bertanya kepada Umar. "Kak, kue buatanku enak tidak?"

"Sangat! Mengapaa? Aku lupa memuji, ya? Maaf ya..."

"Nah, kalau enak, mengapa kita tidak jualan kue saja? Aku titipkan di warung-warung dan di pasar, Kakak bawa ke tempat Kakak kerja, Kakak tawarkan kalau-kalau ada orang hajatan yang mau pesan kue buatanku.."

Umar membelai kepala Ambar. "Istriku, istri nomor satu di dunia." Ambar merasa melambung ke langit lapisan tertinggi oleh pujian Umar.

Umar mencari pinjaman dari sana-sini untuk modal awal usaha. Lamban laun, mulai banyak orang yang memesan kue buatan Ambar. Umar tambah bersemangat mempromosikan kue buatan Ambar. "Tapi janji, ya... Ambar, kamu harus janji, mengasuh anak lebih penting daripada menjual kue sebanyak-banyaknya!"

"Oke, Bos! Siap laksanakan!"

Ketika anak Ambar lahir, Ambar memenuhi janjinya. Umar bersyukur sekali, anaknya terurus dengan baik. Tentu saja ia sangat bersyukur mengingat banyak anak orang lain yang tidak diasuh dengan baik oleh ibunya sendiri gara-gara sang ibu sibuk oleh pekerjaan atau usaha lain.

Tak lama kemudian, perempuan bernama Ambar itu mengandung lagi lalu melahirkan lagi, mengandung lalu melahirkan lagi, mengandung lalu melahirkan lagi. Dua anak perempuan dan dua anak laki-laki diamanahkan Allah baginya dan bagi suaminya. Umar menamai mereka: Jamilah, Hasan, Robiah, dan Sofyan.

Adapun lelaki bernama Umar itu, tiada henti-hentinya bersyuukur. Semua anaknya disusui sendiri oleh Ambar dengan tuntas. Ambar sendiri yang mengantar dan menjemput anak-anak mungil itu sekolah dan mengaji. Ambar bersusah payah mejalankan usaha kuenya, tetapi tetap memegang teguh janjinya: mengasuh anak-anak lebih penting daripada menjual kue sebanyak-banyaknnya.

Kalau Umar tidak bekerja sebagai buruh bangunan, ia memilih membantu Ambar membuat kue dan menjualnya daripada ngojek agar ia bisa lebih banyak bersama Ambar dan anak-anaknya.

Lama kelamaan, berkat promosi yang gencar dilakukan Umar, pesanan bertambah banyak, Ambar mulai merasa kesulitan menjalankan usaha itu sendiri. "Bagaimana kalau kita buat gerobak kue. Kita jualan di pinggir jalan . Mudah-mudahan laris dan lama-lama kita bisa sewa kios kecil di pinggir jalan...."

Umar terdiam. Ia berpikir. "Nanti dulu. Anak-anak kita masih kecil-kecil. Kalau kamu sibuk jualan di pinggir jalan, anak-anak kita bagaimana? Justru ketika mereka masih kecil-kecil, mereka butuh perhatian penuh dan didikan yang baik dari kamu sebagai ibunya. Mengapa tidak seperti selama ini saja. Kita buat kue di rumah. Orang-orang pesan, mengambi sendiri di rumah kita atau kita upah orang lain untuk mengantarnya?"
"Begini, Kak.... Maksudku, bagaimana kalau Kakak yang jualan di pinggir jalan.... Aku tetap di rumah, buat kue dan mengasuh anak-anak.... Yakinlah, Kak.... Anak-anak kita tetap terurus dengan baik semampuku."

Umar terdiam lebih lama. Berpikir lembih lama. "Godaan" untuk dapat uang lebih banyak menari-nari dalam angannya. Namun, bersamaan dengan itu, ia merasa harga dirinya sebagai lelaki dan sebagai kepala rumah tangga mulai terusik.

"Begini.... Sejak awal, ini usaha kamu,'kan? Aku senang. Aku dukung. Tapi, ingat, niat awal kamu, dan yang aku bayangkan selama ini, kamu melakukan itu untuk membantu suami menambah penghasilan keluarga. Bukan untuk mengambil alih tanggung jawabku mencari nafkah. Kalau kamu suruh aku yang jualan di pinggir jalan, berarti kamu suruh aku berhenti jadi buruh bangunan! Artinya apa? Artinya, sejak saat itu aku tidak lagi cari nafkah sendiri untuk kamu dan anak-aank! Artinya apa? Artinya, aku tergantung padamu paadahal aku suamimu!"

"Kata siapa, Kak? Ini usaha kita bersama. Kakak yang cari modal awalnya, 'kan? Kakak yang promosikan, Kakak bantu aku antar kue ke pembeli yang memesan. Kakak juga bantu aku buat kue kalau Kakak sedang tidak kerja."

Umar diam seribu bahasa. Ambar akhirnya berkata. "Sekali lagi aku mohon maaf, Kak! Tolong lupakan saja permintaanku tadi."

"Ya, sudahlah! Aku maafkan.... Aku mau pergi dulu, takziah ke rumah kenalan di kampung sebelah." Ambar mengantar Umar sampai ke pintu dengan air mata berurai. Ia menyesal telah membuat hati suaminya terluka.

Baru beberapa langkah Umar berlalu, Ustadzah Arni mengetuk pintu. Ia hendak memesan kue untuk konsumsi jemaah yang akan menghadiri peringatan Tahun Baru Hijriyah. Ambar buru-buru menghapus air matanya, tetapi bekas menagis masih terlihat oleh Ustadzah Arni.

Karena Ustadzah Arni terkenal dapat dipercaya menjaga rahasia dan sering dapat memberikan solusi atas masalah rumah tangga, Ambar curhat padanya. Lagi pula, Ustadzah Arni adalah bibinya sendiri. "Aturlah agar kita bertiga dengan suamimu dapat bicara dari hati ke hati. Insya Allah ada jalan keluarnya."

Dalam pertemuan itu, Ustadzah Arni berkata, "Kau lelaki yang baik, Umar. Kau tidak mau makan keringat istrimu. Aku kagum padamu. Sebelumnya maafkan aku kalau aku kau anggap mencampuri urusan rumah tanggamu. Tapi, aku ini bibi kalian. Aku ingin yang terbaik untuk kalian. Keputusanmu Umar, kuakui, sangat baik dan sangat tepat, Begitulah seharusnya lelaki. Ambar sangat beruntung,menjadi istrimu. Tapi, maukah kalian kutawarkan sesuatu yang lebih baik lagi?"

Muqoddimah yang disampaikan Ustadzah Arni mampu mencairkan egoisme Umar sebagai lelaki. Ia mengangguk.

"Usaha kue kalian harus dipertahankan dan harus dikembangkan. Melihat perkembangannya selama ini, usaha kue kecil-kecilan ini dapat bertahan lama bahkan dapat lebh maju asal kalian lebih serius dalam penjualan. Memancing minat beli dengan memajang kue di gerobak di pinggir jalan ada baiknya dilakukan selain menunggu pesanan datang ke rumah kalian."

"Maaf, Bibi sudah tahu penirianku...," Umar menyela.

"Karena itu, kutawarkan padamu begini. Kau beli usaha kue itu dari Ambar. Suruh Ambar hitung berapa nilai usahanya sekarang. Belilah usaha itu supaya jadi milikmu. Terserah kalian mau kontan atau dicicil. Sesuadah itu, suruh Ambar bekerja padamu sebagai pembuat kue. Kau gaji dia sebagai pembuat kue. Maka, seluruh keuntungan akan merupakan hasil usahamu sebagai suami. Maka, kau tak perlu lagi merasa tergantung pada istrimu sebab nyatanya kaulah yang mengelola dan menentukan, kau bos-nya...."

Wajah Umar cerah. Itu gagasan yang "aneh" tapi cemerlang. Pantas saja banyak orang yang meminta bantuan kepada bibinya itu untuk menyelesaikan masalah tertentu. Namun, wajah cerah Umar segera meredup. "Aku tak punya uang...."

"Kau boleh pinjam uangku. Aku sudah minta izin suamiku untuk meminjamkan uang kepadamu. Tapi harus ada surat perjanjian bahwa utangmu akan kau lunasi.... Kita buat perjanji itu di rumahku. undanglah Ketua Masjid sebagai saksi di pihakku, dan Ketua Seksi Peribadatan Masjid sabagai saksi di pihakmu. Jangan lupa undang Ketua RT untuk mengetahui perjanjian itu!"

Ambar tersenyum dalam hatinya. Gagasan agar Umar membeli usaha kuenya itu murni gagasan Ustadzah Arni, sedangkan gagasan mengundang Ketua Masjid dan Ketua Seksi Peribadatan Masjid sebagai saksi serta Ketua RT sebagai pejabat yang mengetahui perjanjian itu adalah gagasan Ambar. Tujuannya agar tanpa harus cerita dan menjelaskan dengan siapa-siapa, berita akan tersebar dengan cepat dari mulut ketiga orang itu bahwa: usaha kue itu telah "sah" berpindah tangan menjadi milik umar karena ia telah membelinya meskipun membeli dengan istrinya sendiri, bahwa bukan Ambar yang "berkuasa" atas usaha itu, melainkan Umar.

Begitulah sebagian kisah dari perempuan bernama Ambar, yang tinggal dan menikah di Gang Mawar, hidup bahagia bersama suami dan anak-anaknya di Gang Mawar.

Dari mana aku tahu kisah itu?Aku tahu kisah itu sejak lama sebab aku juga tinggal di Gang Mawar. Untuk apa kukisahkan kepadamu? Untuk membanggakan perempuan bernama Ambar itu: perempuan yang menguras tenaga dan pikirannya untuk membantu menambah penghasilan keluarga, tetapi tetap mengasuh dan mendidik anak-anaknya: perempuan yang ikhlas melakukan yang terbaik agar dapat mengumpulkan rezeki untuk biaya pendidikan anak-anaknya tanpa membuat suaminya merasa kehilangan harga diri.

Mengapa kubanggakan ia, perempuan bernama Ambar itu? Sebab sejak berada dalam rahimnya, aku telah merasakan kasih sayangnya yang total! Sebab sejak keluar dari rahimnya, aku merasakan usahanya yang gigih agar aku dapat mengenal Allah dan selalu merasa dalam pengawasan Allah!.

Kenalkan namaku Jamilah bin Umar: Adik-adikku ada tiga: Hasan bin Umar, Robiah bn Umar, dan Sofyan bin Umar. Ya! Ibuku Ambar, bapaku Umar, kami tinggal di Gang Mawar. (*)

Citra Budaya

Sematera Ekspres, Minggu, 31 Maret 2013

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *


Iwan Lemabang

LEMABANG 2008